Kekerasan dalam Rumah Tangga
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masalah
Hak Asasi merupakan hal yang sangat sensitif dalam
kehidupan manusia. Hampir di seluruh negara memiliki peraturan tersendiri dalam
melindungi HAM. Akan tetapi seringkali HAM tersebut masih dipandang sebelah
mata, apalagi menyangkut dengan gender antara pria dan wanita.
Wanita seringkali dianggap lebih rendah derajatnya
dibandingkan pria, sehingga banyak sekali kasus bermunculan tersangkut dengan
pelanggaran hak asasi wanita, antara lain yaitu kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT). Di makalah ini, kami akan membahas tentang perlindungan wanita
di Indonesia terkait dengan kasus KDRT, dan dalam makalah ini kami juga akan memaparkan
keterkaitanya dengan Pancasila.
Kasus KDRT di Indonesia merupakan kasus yang sering masuk
dalam pemberitaan, baik berita yang dibawakan dengan terstruktur rapi maupun dalam
bentuk infotainment, baik dalam media massa cetak maupun elektronik. Kita akan
sering mendapati kasus-kasus yang berkaitan dengan hal inii. Salah satu kasus
yang akan kami bahas adalah kasus yang telah menimpa istri Wakil Walikota
Magelang baru-baru ini. Wakil Walikota Magelang dilaporkan sang istri telah
melakukan kekerasan berupa pukulan-pukulan yang Beliau lakukan menggunakan
sebuah sandal kulit.
Selanjutnya kasus ini akan kami bahas dan kami
identifikasi terkait dengan nilai dan norma yang ada di Indonesia dan asas-asas
dalam pancasila.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan perlindungan wanita?
2.
Bagaimana nilai dan norma pancasila memandang kasus
KDRT “ istri Wakil Walikota Magelang” ini
3.
Bagaimana penyelesaian kasus KDRT ini jika dipandang
dari sisi pancasila?
C. Tujuan Penulisan
1.
Memberi penjelasan bahwa KDRT merupakan sikap yang
melanggar hukum
2.
Memberi penjelasan betapa pentingnya perlindungan
wanita
3.
Memberi pengetahuan ketidaksesuaian antara nilai dan
norma pancasila dengan kasus KDRT.
BAB 11
ISI
A. PERLINDUNGAN WANITA
Secara
Nasional Perlindungan hukum terhadap wanita telah diatur dalam
perundang-undangan Republik Indonesia yaitu:
1.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
pasal 28 D menyebutkan bahwa: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
pasal 28 D menyebutkan bahwa: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2.
Undang-Undang
Nomor: 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Wanita.
Pasal 4 menetapkan ―diskriminasi‖ tersebut dianggap tidak terjadi dengan
peraturan khusus sementara untuk mencapai persamaan antara pria dan wanita
(affirmative action).
3.
Undang-Undang
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasal 3 yaitu ;
a.
Setiap
orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
b.
Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
serta mendapat kepastian hokum dalam semangat di depan hukum.
c.
Setiap
orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia tanpa
diskriminasi.
Muatan perlindungan hak-hak tersebut
antara lain :
Pasal 45 hak wanita adalah bagian
dari HAM ; Pasal 46 pengakuan hak politik wanita ; Pasal 47 hak wanita atas
kewarganegaraan; Pasal 48 hak wanita atas pendidikan dan pengajaran; Pasal 49
hak wanita atas pekerjaan; Pasal 49 hak wanita atas kesehatan reproduksi; Pasal
50 hak wanita atas perbuatan hukum yang mandiri; Pasal 51 hak wanita dalam
perkawinan, perceraian dan pengasuhan anak;
4.
Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT).
UU PKDRT ini tidak secara spesifik mengatur wanita saja, karena sejatinya KDRT
bisa terjadi juga pada laki-laki (suami atau anak) ataupun orang lain yang
tinggal ataupun bekerja dalam rumah tangga tersebut. Namun, kasus- kasus selama
ini menunjukkan bahwa wanita, utama para istri, memang lebih banyak menjadi
korban kekerasan dalam rumah tangga. Apakah kekerasan fisik, seksual, psikis
maupun ekonomi.
B.
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Seringkali jika kita melihat dan
mendengar berita tentang KDRT muncul pertanyaan “mengapa pria dapat seenaknya
melakukan KDRT terhadap wanita ?”. Sebenarnya jika kita termasuk wanita yang
berpandangam maju, bukan pertanyaan itu yang muncul, tetapi pertanyaan “mengapa
wanita diperlakukan seperti itu diam saja?”. Merestrukturisasi pertanyaan
tesebut merupakan hal penting dalam melakukan pembaharuan hukum, khususnya dari
perspektif keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Kunci utama untuk memahami
KDRT dari perspektif gender adalah untuk memberikan apresiasi bahwa akar
masalah dari kekerasan tersebut terletak pada kekuasaan hubungan yang tidak
seimbang antara pria dan wanita yang terjadi pada masyarakat yang didominasi
oleh pria.
Menurut UU Penghapusan KDRT No 23
Tahun 2004, KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbul-nya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psiologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Sedangkan penghapusan KDRT adalah jaminan yang diberikan
oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku KDRT, dan
melindungi korban KDRT.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) yang dilakukan khususnya terhadap wanita oleh pasangannya maupun anggota
keluarga dekatnya, terkadang juga menjadi permasalahan yang tidak pernah
diangkat ke permukaan. Meskipun kesadaran terhadap pengalaman kekerasan terhadap
wanita berlangsung setiap saat, fenomena KDRT terhadap wanita diidentikkan
dengan sifat permasalahan ruang privat dimana wanita diartikan sebagai orang
yang bertanggung jawab, baik untuk memperbaiki situasi yang sebenarnya didikte
oleh norma-norma sosial atau mengembangkan metode yang dapat diterima dari
penderitaan yang tak terlihat.
Sebagian besar masyarakat, KDRT
belum diterima sebagai suatu bentuk kejahatan, meskipun secara internasional
telah diakui sebagai lingkup hak asasi manusia (HAM) dan tanggung jawab sosial.
Pemahaman dasar terhadap KDRT sebagai isu pribadi telah membatasi luasnya
solusi hukum untuk secara aktif mengatasi masalah tersebut.
KDRT seringkali menggunakan
paksaan yang kasar untuk menunjukkan hubungan kekuasaan di dalam keluarga,
dimana wanita dikondisikan untuk menerima status yang rendah terhadap dirinya
sendiri, di bawah kekuasaan pria. Hal ini juga membuat pria, dengan harga diri
yang rendah, menghancurkan perasaan wanita dan martabatnya karena mereka merasa
tidak mampu untuk mengatasi seorang wanita yang dapat berpikir dan bertindak
sebagai manusia yang bebas dengan pemikiran dirinya sendiri.
C. KASUS YANG DIBAHAS
Kasus yang kami ambil untuk membuat makalah
ini adalah kasus Wakil Walikota Magelang Joko Prasetyo atau biasa dipanggil Joko
Cilik. Beliau dilaporkan sang istri terkait dengan tindak kekerasan yang
dilakukan kepada istri akibat diketahuinya pesan-pesan mesra dengan seorang perempuan
di smartphone milik Joko Cilik dan Ida menyimpan ponsel tersebut sehingga
membuat Joko Prasetyo marah.
Kejadian
itu terjadi di rumah Jalan Ketapeng 3 Trunan, Magelang Selatan, Jumat
(9/11/2012).Istri Joko Prasetyo, Siti Rubaidah atau yang biasa disapa Ida
mengaku dipukul menggunakan sandal berkali-kali hingga membuatnya mengalami
luka di bagian kepala, lengan, dan punggung. Kekerasan itu juga disaksikan anak
sulungnya Bela Mustat Awina yang berumur 13 tahun.
Setelah
diperiksa di kejaksaan serta terkumpulnya bukti-bukti dan saksi maka Joko
Prasetyo resmi dijadikan tersangka dalam kasus ini. Sayangnya beliau tidak
ditahan karena ada sejumlah ormas dan tokoh yang menjamin beliau dalam
permintaan penangguhan penahanan. Diantaranya Walikota
Magelang, Manager PPSM, Komisaris Magelang Soccer Academy (MSA), Simolodro, dan lainnya.
D.
SUDUT PANDANG PANCASILA
Pancasila sebagai Dasar Negara telah jelas mengatakan bahwa segala
tindak kekerasan adalah dilarang karena bertentangan, terutama pada sila kedua yaitu
“kemanusiaan yang adil dan beradab”. Adapun maksud yang terkait dalam masalah
yang kami angkat adalah setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan tidak
boleh menjadi objek kekerasan dengan alasan apapun dan bagaimanapun. Maka kekerasan
yang dilakukan oleh Joko Prasetyo terhadap Siti Rubaidah yang adalah istri
sahnya jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila.
Dalam sila kedua terdapat pokok-pokok pikiran
antara lain menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai mahluk tuhan,
menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, dan mewujudkan
keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Perlakuan Joko Prasetyo pada istrinya
sangat tidak mencerminkan pokok-pokok pikiran dalam pancasila khusunya sila
kedua tersebut. Maka untuk tetap menegakkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan bernegara sudah sepantasnya tindak kekerasan mendapat balasan yang
setimpal. Adapun perbuatan Wakil
Walikota Magelang yang melanggar nilai-nilai Pancasila baik dalam sila kedua
(khusunya) maupun sila-sila lainnya antara lain:
1.
Telah
mencederai kesakralan pernikahan dimana bertujuan untuk menciptakan keluarga
yang sakinah mawadah warahmah.
2.
Telah mencederai
syarat menikah lebih dari satu wanita dimana syaratnya harus diketahui dan disetujui
oleh istri pertama.
3.
Telah melanggar
nilai agama sebab di dalam agama (islam) yang dianut oleh wawali Magelang tidak
pernah diajarkan melakukan tindak kekerasan itu diperbolehkan.
4.
Dalam agama
yang dianut wawali Magelang (khususnya) tidak pernah ada suami yang boleh memukul
istri kecuali jika istri tersebut berselingkuh dan tidak patuh.
5.
Telah mencederai
nilai kemanusiaan dimana setiap manusia sama dan tidak diperkenankan melukai satu
sama lain.
6.
Perbuatan
yang dilakukan wawali Magelang mencerminkan perilaku yang tidak beradab padahal
semestinya ia adalah panutan masyarakat.
7.
Dengan tidak
segera ditahannya wawali Magelang padahal telah ditetapkan sebagai tersangka akan
menciderai lembaga hukum di Indonesia.
8.
Perbuatan
yang dilakukan wawali Magelang melukai bukan hanya istri sebagai korban utama melainkan
juga melukai kepercayaan masyarakat terhadapnya.
9.
Kejadian ini
juga bisa jadi menimbulkan perpecahan karena akan ada dua kubu yang pro dan kontra
dari kasus ini.
10. Tindakan wawali Magelang yang kalap memukuli istrinya
juga melanggar kebiasaan masyarakat Indonesia dimana melakukan segala sesuatu diharapkan
melalui jalur musyawarah.
Tindakan-tindakan baik dari pemerintah maupun
masyarakat yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini yang juga selaras
dengan Pancasila:
1.
Penegakan
hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang telah dibuat tentang
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga khususnya pada pasal 44 mengenai
ketentuan pidana.
2.
Bekerja
sama dengan masyarakat umumnya melakukan tindakan pengucilan terhadap pelaku
KDRT sebagai bagian dari efek jera, mengingat efek jera di penjara dewasa ini sudah
tidak terlalu berpengaruh bagi masyarakat.
3.
Dibuatnya
komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan melalui Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005.
4.
Dilakukannya
penyuluhan-penyuluhan berkala mengenai tidak diperkenankannya tindak kekerasan
dalam keluarga dengan alasan apapun serta penjelasan sejelas-jelasnya mengenai
prosedur pelaporan apabila terjadi hal-hal yang tidak di inginkan (dalam hal
ini KDRT).
5.
Memberikan
perlindungan serta pemulihan kepada korban-korban tindak kekerasan dalam rumah
tangga agar dapat melanjutkan kehidupan normalnya melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan dan kerja sama
pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perlindungan wanita dalam konteks KDRT ternyata sangat penting untuk
diperhatikan, mengingat kasus seperti ini sangat banyak di Indonesia. KDRT
jelas sekali merupakan suatu tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia, seperti
kasus yang kami bahas di atas yaitu melakukan tindak kekerasan berupa pemukulan
memakai sandal kulit terhadap istrinya. Oleh karenanya tidaklah salah peraturan
undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang saling berkaitan yang terkait dengan
KDRT haruslah dipahami dan di junjung tinggi. Selain itu peraturan-peraturan
yang telah dibuat atau telah ada diharapkan pula dapat dijalankan dengan
semestinya.
Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) jika ditengok kaitannya dengan nilai dan norma pancasila, sudah
sangat jelas merupakan tindakan yang tidak sesuai terutama dengan sila ke-2,
yaitu “ kemanusiaan yang adil dan beradab “, begitu juga butir-butir nilai dari
sila ke-2 ini. Beberapa uraian dari sila ini yang sangat bertentangan dengan
tindak kekerasan terutama KDRT adalah saling mencintai sesama manusia,
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
Berkaitan dengan inilah dirasa perlu sekali untuk memahami juga mengetahui makna
serta penerapan yang sebenar-benarnya dari sila-sila dalam Pancasila
terutama sila ke-2 ini jika dikaitkan dengan tindak kekerasan yang kami bahas.
DAFTAR
PUSTAKA
Rukiyati, M.Hum., dkk. 2008. Pendidikan
Pancasila Buku Pegangan Kuliah. Yogyakarta: UNY Press
Naution. Asas Kurikulum.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
http://www.guruhyogakomara.blogspot.com
http://detik.com
http://tribunnews.com
http://merdeka.com
rhyojr29@gmail.com
BalasHapusrhyojr29@gmail.com
BalasHapusyuliana02umrah@gmail.com
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusINTER TAHAN JUVENTUS, SPALLETTI TAK PUAS
BalasHapus