PERBANDINGAN SISTEM EKONOMI KAPITALISME DAN SOSIALISME DI ASIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor produksi tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrem tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic) pasarlah yang mengatur faktor-faktor produksinya dan alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
Kapitalisme dan sosialisme merupakan salah satu sistem ekonomi yang ada di dunia. Berberapa negara di asia ada yang menganut sistem ekonomi kapitalis seperti Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, India, Iran, Israel, dan Turki. Saat ini banyak negara-negara di Asia yang mulai berpaham kapitalis antara lain Myanmar, Singapura, Kamboja, Hongkong, dan Malaysia. Sedangkan negara di asia yang menganut sistem ekonomi sosialis adalah Korea Utara, Kuba, Vietnam, Laos, RRC (sudah mulai mengendur).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
· Bagaimana Kapitalisme di Asia ?
· Bagaimana Sosialisme di Asia ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
· Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Kapitalisme di Asia
· Untuk mengetahui dan memahami bagaimana Sosialisme di Asia
· Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Perbandingan Sistem Ekonomi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kapitalisme di Asia
Kapitalisme merupakan salah satu sistem ekonomi dimana memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.
Dalam perekonomian kapitalisme setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Semua orang bebas melakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.
Kapitalisme telah membangun beberapa negara menuju kemakmuran, namun banyak pula yang ingin mengadopsi ideologi ini malah menjadi bangkrut dan penuh masalah. Negara-negara di Asia ada yang menganut sistem ekonomi kapitalisme, sebagai contoh Negara Jepang merupakan negara di asia yang berhasil membangun dengan kapitalismenya. Hal tersebut didukung transformasi banyak aspek yang terjadi di Jepang. Jepang pernah mengalami kebangkrutan terutama di masa-masa otoritarianisme. Tapi begitu penguasa otoriter tersebut jatuh, Jepang mengalami resesi dan merasa perlu mencontoh Eropa yang saat itu sedang di atas angin. Karena pengaruh agama yang tidak terlalu kuat, Jepang berhasil memproklamasikan diri sebagai negara yang menganut ekonomi kapitalis.Revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan juga sangat berpengaruh. Teknologi dikembangkan sampai taraf yang setinggi-tingginya. Penemuan-penemuan mendorong orang untuk selalu meraih materi yang lebih tinggi lagi. Rasa haus duniawi ini memacu perkembangan kapitalisme sehingga dapat kita lihat, kapitalisme bukan hanya didukung oleh pemerintahnya tapi juga dijalankan oleh rakyatnya. Bahkan kini, Jepang hampir mengalahkan Inggris dan Amerika, dan bersiap untuk menjadi penguasa dunia.
Meskipun begitu, bukan berarti kapitalisme berhasil menangani kemiskinan. Kekuatan kapitalis tidak serta merta membuat masyarakat sejahtera. Hal tersebut karena negara kapitalis bergantung pada mekanisme pasar yang berlaku di dunia global dan berorientasi mencari keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat kemaslahatan dan kemudharatan bagi rakyatnya. Bahkan justru kemiskinan telah menjadi fenomena yang lumrah di negeri mereka. Keberhasilan ekonomi kapitalisme di suatu negara selalu berbeda dengan negara lainnya.
Beberapa negara berkembang di Asia yang ingin menerapkan kapitalisme, seperti India dan Burma masih terseok-seok, hal ini disebabkan karena modal mereka untuk menjadi kapitalis masih minim. Mereka tidak punya semangat revolusi seperti tetangga-tetangganya, pun tidak mempunyai cukup investasi untuk tumbuh. Dilihat dari hambatan-hambatan ekonomi, penerimaan dan investasi yang masih menjangkiti. Posisi mereka di instansi dunia seperti PBB pun kurang strategis, sangat jauh dengan negara kapitalis yang berhasil seperti Jepang.
Jepang yang berhasil dalam meniru Eropa di atas tidaklah menjadi justifikasi bahwa jika ingin berhasil harus seperti yang dilakukan Jepang. Pun, contoh negara (India dan Burma) yang belum berhasil bangkit dengan ekonomi kapitalisnya di atas tidak berarti harus melakukan revolusi industri massal terlebih dahulu.
2.1.1 Kapitalisme Ersatz di Asia Tenggara
Kapitalisme Ersatz adalah tesis utama yang dikemukakan oleh Yoshihara Kunio, seorang guru besar ilmu ekonomi di Pusat Studi Asia Tenggara Universitas Kyoto Jepang, ketika melakukan penelitian selama lebih kurang lima tahun sekitar tahun tujuhpuluhan, di lima negara Asia Tenggara, Filipina, Singapura, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa kata "Ersatz" berasal dari bahasa Jerman yang berarti pengganti atau substitusi. Kata ini kemudian dipakai dalam bahasa Inggris dengan arti yang sedikit berbeda "pengganti yang lebih inferior". Dengan demikian, kapitalisme ersatz berarti kapitalisme substitusi yang lebih inferior dibandingkan dengan kapitalisme yang asli.
Secara singkat Yoshihara menjelaskan bahwa kapitalisme di Asia Tenggara menjadi Ersatz karena dua hal. Pertama, di Asia Tenggara, campur tangan pemerintah terlalu banyak sehingga mengganggu prinsip persaingan bebas dan membuat kapitalisme menjadi tidak dinamis. Kedua, kapitalisme di Asia Tenggara tidak didasarkan perkembangan teknologi yang memadai sehingga tidak terjadi industrialisasi yang mandiri.
Yoshihara Kunio menyimpulkan bahwa kapitalisme yang terjadi di lima negara Asia Tenggara itu sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Jepang ataupun di Barat. Perbedaan itu muncul dari latar belakang politik masing-masing negara.
Tesis yang diajukan Kunio dalam buku tersebut, di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya tidak ada kapitalisme murni jika mengacu pada praktik yang lazim di negara-negara maju. Di Jepang misalnya, dia mengatakan, para kapitalis di sana lebih mengandalkan inovasi dan kompetisi, dan dalam banyak hal merupakan pelaku modernisasi ekonomi.
· Kapitalisme di Indonesia
Di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya adalah munculnya kapitalisme semu (ersatz capitalism). Para pengusaha besar (kapitalis) di Indonesia tidak mampu berdiri sendiri dan bersaing dengan kompetitornya tanpa bantuan pemerintah. Kebanyakan dari mereka, kata Kunio, adalah para pemburu rente (rent seekers) yang mencoba mencari keuntungan melalui jalinan koneksi dengan pemerintah. Mereka mencari peluang menerima rente dengan memanfaatkan proteksi, lisensi bisnis, atau monopoli kegiatan bisnis tertentu dari pemerintah.
Kunio menyebutkan, para pemburu rente tersebut sangat dekat atau masuk dalam lingkaran kekuasaan. Mereka antara lain anggota keluarga presiden, para konco atau kroni presiden, bekas birokrat atau tentara yang banting setir menjadi pengusaha, serta para politisi (Kunio, 1990: 91-134). Intinya, para kapitalis semu tersebut hanya bisa hidup dengan bersandar pada kekuasaan politik.
Jika pada masa pemerintahan Soekarno kita mengenal jargon “politik adalah panglima”, kegiatan politik yang bebas lebih penting dari kegiatan ekonomi. Oleh Orde Baru, istilah tersebut berganti menjadi “ekonomi sebagai panglima”. Para pendukung Orde Baru beranggapan bahwa sumber kehancuran perekonomian Indonesia pada masa Soekarno adalah akibat pertikaian politik dan ideologi yang berlangsung bebas. Karena itu, kegiatan politik direduksi, ekonomi pun naik daun, dan kata “pembangunan” menjadi kosakata resmi pemerintahan Soeharto.
Jamie Mackie, seorang pengamat asal Australia, mengatakan bahwa selama dua dasawarsa pemerintahan Orde Baru, jargon “politik sebagai panglima” tidak sepenuhnya mati. Dalam artikelnya di majalah Prisma (1984), dia menyatakan, di Indonesia bukan harta material yang menentukan kekuasaan politik, melainkan kekuasaan politiklah yang mendatangkan harta material karena dalam sejarah Indonesia, politik tetap sebagai panglima.
Tata kekuasaan di Indonesia pasca-Soeharto tidak lagi terpusat di tangan presiden. Kekuasaan makin tersebar, posisi DPR yang selama Orde Baru hanya pemberi legitimasi bagi presiden semakin kuat. Partai-partai politik yang menjadi rumah bagi para politisi pun menjadi tempat untuk meraih kekayaan atau menyelamatkan kekayaannya. Di sanalah, selain birokrasi, menjadi tempat bersandar baru bagi para pengusaha pemburu rente.
Seperti yang disindir Mackie, kekuasaan politiklah yang memberikan keuntungan material menunjukkan, dwifungsi antara pengusaha dan penguasa penting jika ingin mendapatkan harta material di negeri ini. Maka berbondong-bondonglah para pengusaha “membeli suara” agar dinominasikan menjadi calon anggota DPR atau kepala daerah. Dengan uang, mereka bisa beriklan di televisi atau surat kabar serta membiayai kegiatan survei.
Ikrar Nusa Bhakti menyatakan, dalil yang dipakai politisi cuma pedagang adalah M-P-MM-MP. Dengan uang (M-Money), maka akan memiliki kekuasaan (P-Power), dengan kekuasaan dia mendapat tambahan uang (MM-More Money). Dan dengan tambahan uang, dia dapat meraih lebih banyak kekuasaan (MP-More Power), dan seterusnya (Seputar Indonesia, 27 Juli 2010).
Kuliah umum Sri Mulyani Indrawati tentang “Kebijakan Publik dan Etika Publik” pada 18 Mei 2010 menunjukkan hal itu. Konflik kepentingan, banyak terjadi dalam pembuatan kebijakan, terutama yang berimplikasi pada anggaran, bisa belanja atau insentif. Pejabat yang berlatar belakang pengusaha sering tidak risih ikut dalam pemutusan kebijakan tersebut. Meski dia mengaku sudah meninggalkan bisnisnya, di belakangnya ada keluarga atau teman-temannya yang berharap dari kue kebijakan tersebut.
Dengan kekuatan uang, pengusaha seperti memiliki senjata ampuh untuk menekan pemerintah atau parlemen. Kedua institusi negara tersebut bahkan seperti tersandera oleh kekuatan uang, dan menafikan kekuatan suara rakyat yang telah memilihnya. Pemerintah merasa perlu membentuk Komite Ekonomi Nasional (KEN) untuk menampung suara pengusaha agar untuk melakukan kajian ekonomi nasional, regional, maupun global. Padahal di pemerintahan ada Bappenas dan Badan Kebijakan Fiskal yang bertugas merancang kebijakan pembangunan nasional.
Pemerintah juga tampaknya tidak bisa menahan desakan pengusaha yang meminta kenaikan tarif dasar listrik (TDL) diturunkan meski sudah disepakati dengan DPR. Demikian pula dengan kegagalan pemerintah menuntut Bakrie sebagai pemegang saham PT Lapindo Brantas memberikan ganti rugi atas semburan lumpur di Sidoarjo.
Situasi Indonesia 12 tahun setelah Reformasi belum bisa menghasilkan sebuah etika dalam berpolitik dan berbisnis yang sehat. Belum ada pemisahan antara kepentingan publik dan privat yang tegas dan jelas sehingga dapat menimbulkan penyimpangan kekuasaan. Pengusaha adalah kelompok yang paling konservatif dalam lingkungan sosial politik di suatu negara. Mereka mencari posisi paling aman di bawah ketiak siapa pun penguasanya, semata-mata mencari rente.
2.2 Sosialisme di Asia
Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campurtangan pemerintah. Pemerintah masuk kedalam perekonomian untuk mengatur tatakehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hiduporangbanyakdikuasaioleh negarasepertiair,listrik,telekomunikasi,gas,danlainsebagainya.
Sistem ekonomi sosialisme adalah suatu sistem ekonomi dengan kebijakan atauteori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakanotoritas demokratisasi terpusat dan kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baikdaripada yang kini berlaku sebagaimana yang diharapkan.
Sistem Sosialis (Socialist Economy) berpandangan bahwa kemakmuran individuhanya mungkin tercapai bila berfondasikan kemakmuran bersama. Sebagai Konsekuensinya,penguasaanindividuatasaset-asetekonomiataufaktor-faktorproduksisebagianbesarmerupakan kepemilikan sosial.
Terdapat beberapa negara di asia yang menganut sistem ekonomi sosialis yaitu Korea Utara, Kuba, Vietnam, Laos, RRC (sudah mulai mengendur). Dalam makalah ini, kami hanya akan membahas tentang Penerapan Sosialisme di Vietnam.
2.2.1Sosialisme di Vietnam
Vietnam merupakan salah 1 negarayang menganut sistemekonomi Sosialis.Sistem ekonomi sosialis yaitu sistem ekonomi yang seluruh kegiatan ekonominya direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh pemerintah secara terpusat.
Vietnamyangmenganut sistem tunggal dengan Republik Sosialis Vietnam sebagai partai tunggal negara.Sejak awal Vietnam yakin bahwa sosialis lah yang akan menang dalam pertarungan blok baratdan blok timur. Para pemimpin Vietnam percaya akan keungulan sosialisme, hal ini telihatdari sikap mereka yang optimisme bahwa kapitalisme yang akan kalah.
Dalam pemerintahan,negara Vietnam berlandaskan sistem demokratis-sentralisme yaitu dimana kehendak rakyatdisalurkan dari bawah lalu disaring keatas dan dikembalikan lagi kebawah yang bersifatperintah ataukomando. DarisegiideologiVietnam menganutideologikomunisdenganfaham Marxisme-Leninisme serta ajaran-ajaran Ho Chi Minh. Faham inilah yang menjadiilham dan menerangi pemikiran serta sikap bangsa Vietnam dalam menghadapi musuh-musuhimperialisme dan kolonialisme. Mereka juga menganggap bahwa masyarakat sosialis adalah masyarakat masa depan.
Sebagai negara sosialis dengan sistem satu partai, pemerintahan Vietnam dijalankan secara sentralistik dalam setiap pengambilan kebijakan. Termasuk dalam pembuatan kebijakan luar negeri, dimana Partai Komunis Vietnam (PKV) sebagai partai tunggal memegang posisi penting untuk menentukan hubungan luar negeri Vietnam.
Sistem sosialis yang dijalankan Vietnam selama ini dianggap kurang menguntungkan pada bidang ekonomi. Mengingat basis ekonomi Vietnam adalah pertanian dengan tingkat produktivitas yang rendah menjadikan negara ini tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik dan justru sangat rentan dengan krisis, belum lagi akibat peperangan yang dulu menyebabkan perekonomian Vietnam menjadi terpuruk. Keterpurukan ekonomi ini menyebabkan perubahan dalam perpolitikan Vietnam karena dalam konggres keenam di Hanoi menghasilkan suatu keputusan yang dikenal sebagai “Doi Moi” atau kebijakan renovasi. Ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh kepentingan nasional Vietnam. Lemahnya ekonomi domestik dan kuatnya kekuasaan politik partai komunis tentu menjadi sebuah pertimbangan yang cukup penting dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Vietnam.Keterbukaan dan perluasan hubungan dengan dunia luar merupakan hal yang penting bagi Vietnam karena akan memberi peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dan pertahanan. Keterbukaan ini perlu diterapkan terutama dalam hal ekonomi meskipun tanpa mengabaikan kekuatan sistem politik sosialis. Maka Partai Komunis vietnam pada tahun 1990-an membuat keputusan untuk memberi peran kepada swasta dan masyarakat untuk berkecimpung di bidang ekonomi. Sejak itu perekonomian Vietnam lebih terbuka terhadap investasi asing dengan masuknya bantuan dan perusahaan asing serta maksimalisasi perdagangan dengan negara lain.
Pemerintah Vietnam berfokus untuk menarik investasi asing sebanyak mungkin ke dalam negeri dengan menjalin kerjasama dan hubungan diplomatik dengan negara luar. Meskipun secara politik ideologi negara tersebut komunis, dari sisi ekonomi Vietnam menerapkan prinsip-prinsip liberal untuk memudahkannya melebur dalam sistem perdagangan bebas di dunia.
Ideal pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Vietnam Ekonomi pasar telah membawa suatu perubahan dalam kualifikasi sumber daya manusia di Vietnam terutama dalam perdagangan dan profesi yang lebih bermutu. Dalam sektor industry tahun 2000 Pemerintah Vietnam melaksanakan berbagai langkah dengan mendukung produksi terutama industri yang memiliki keunggulan bersaing, seperti minyak mentah, garmen, dan sepatu kulit. Langkah-langkah pendukungnya termasuk subsidi atas bunga pinjaman, pengecualian atau pengurangan bea masuk impor, pajak pertambahan nilai (VAT), dan asistensi pemerintah dalam pemasaran secara periodik (bulanan atau triwulanan). Prioritas utama pemerintah Vietnam adalah pertumbuhan ekonomi. Dengan menyadari realita kebutuhan akan pertumbuhan, ternyata model pertumbuhan yang didorong ekspor negara industri baru Asia yang berhasil mempunyai daya tarik dan kenaikan ekspor serta arus modal asing dalam tahun-tahun belakangan ini, menumbuhkan optimisme bagi berbagai kalangan pembuat kebijakan dan bisnis. Mereka menganggap bantuan luar negeri dan investasi sebagai dorongan yang menentukan pada take off , dan karena itu industri yang berorientasi pada ekspor diberi prioritas utama.
Vietnam secara umum masih tergolong negara miskin dengan GDP US$280,2 miliar (estimasi 2006). Ini menandakan kemampuan daya beli sebesar ~US$3.300 per kapita (atau US$726 per kapita berdasarkan market exchange rate). Tingkat inflasi diperkirakan 7.5% per tahun pada 2006. Daya beli publik meningkat dengan pesat. Kemiskinan, berdasarkan jumlah penduduk yang hidup dengan pendapatan di bawah $1 per hari, telah menurun secara drastis dan sekarang lebih sedikit dari pada Cina, India dan Filipina.Sebagai hasil dari langkah-langkah reformasi tanah (land reform), Vietnam sekarang adalah produsen kacang cashew terbesar dengan pangsa 1/3 dari kebutuhan dunia dan eksportir beras kedua terbesar di dunia setelah Thailand. Vietnam memiliki persentasi tertinggi atas penggunaan lahan untuk kepentingan cocok tanam permanen, 6,93%, daripada negara-negara lain di Sub-wilayah Mekong Raya (Greater Mekong Subregion). Selain beras, kunci ekspor adalah kopi, teh, karet dan produk-produk perikanan. Tetapi, peranan pertanian terhadap pemasukan ekonomi telah berkurang, jatuh berdasarkan sumbangan terhadap GDP dari 42% pada tahun 1989 menjadi 20% pada tahun 2006, akibat dari meningkatnya produksi sektor-sektor ekonomi lainnya. Pengangguran diperkotaan meningkat terus menerus dalam beberapa tahun terakhir karena tingginya tingkat migrasi dari desa ke kota-kota, sedangkan pengangguran di pedesaan sudah mencapai level kritis. Di antara langkah-langkah lain yang diambil dalam proses transisi ke ekonomi pasar, Vietnam, pada Juli 2006 meng-update peraturan properti intelektualnya untuk mematuhi TRIPS. Vietnam diterima sebagai anggota WTO pada 7 November 2006. Partner-partner perdagangan utama Vietnam termasuk Jepang, Australia, negara-negara ASEAN, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dibahas sebelumnya terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil.
· Kapitalisme telah membangun beberapa negara menuju kemakmuran, namun banyak pula yang ingin mengadopsi ideologi ini malah menjadi bangkrut dan penuh masalah. Negara-negara di Asia yang menganut sistem ekonomi kapitalisme, sebagai contoh Negara Jepang merupakan negara di asia yang berhasil membangun dengan kapitalismenya. Hal tersebut didukung transformasi banyak aspek yang terjadi di Jepang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, perkembangan teknologi yang memadai sehingga terjadi industrialisasi yang mandiri, inovasi dan kompetisi.
· Di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya muncul kapitalisme semu (ersatz capitalism). Dimana para pengusaha besar (kapitalis) di Indonesia tidak mampu berdiri sendiri dan bersaing dengan kompetitornya tanpa bantuan pemerintah.
· Sosialisme sebagai ideology politik timbul dari keadaan yang kritis di bidang sosial, ekonomi dan politik akibat revousi industri. Adanya kemiskinan, kemelaratan,kebodohan kaum buruh, maka sosialisme berjuang untuk mewujudkan kesejahteraan secara merata.
· Sebagai contoh, Negara Vietnam merupakan salah satu negara sosialis yang ada di asia, dimana vietnam mulai melakukan keterbukaan pasar menuju pasar bebas dan peningkatan investasi asing agar perekonomian vietnam bisa meningkat serta keluar dari krisis. Namun politik dan ideologi sosialis mereka tetap dipertahankan dengan terus menyatakan bahwa mereka adalah negara sosialis di Asia Tenggara.
· Suatu sistem ekonomi baik Kapitalisme maupun Sosialisme memiliki tujuan yang baik untuk perekonomian suatu negara. Namun keberhasilan mencapai tujuan tersebut tergantung dimana sistem ekonomi tersebut diterapkan dan cara menerapkannya.
Tidak ada komentar: