Header Ads

SEJARAH KOPERASI

Koperasi mulai tumbuh dan berkembang di Inggris pada pertengahan abad XIX yaitu sekitar tahun 1844 yang dipelopori oleh Charles Howard di Kampung Rochdale. Namun sebenarnya inspirasi gerakan koperasi mulai ada sejak abad XVII setelah revolusi industri dan penerapan sistem ekonomi kapitalis.

Setelah berkembang di Inggris, koperasi menyebar ke berbagai negara baik Eropa, Amerika, dan Asia termasuk Indonesia. Koperasi masuk ke Indonesia sekitar tahun 1896 oleh R.A. Wiriadmaja. Namun, secara resmi koperasi Indonesia baru lahir pada 12 Juli 1947 pada kongres I di Tasikmalaya yang diperingati sebagai hari Koperasi Indonesia.

Koperasi berserta gerakannya dilahirkan pada era sistem kapitalis dan merupakan cara yang digunakan masyarakat golongan lemah, khususnya kaum buruh, untuk memecahkan permasalahan ekonomi yang dihadapinya yang dalam perkembangannya kemudian menjadi suatu sistem sendiri dalam kehidupan ekonomi masyarakat dengan menggunakan aturan dalam asas-asas Rochdale. Namun dalam perkembangannya asas-asas tersebut telah mengalami perubahan-perubahan dan penyempurnaan-penyempurnaan.

Sejarah Perkembangan Koperasi Indonesia

a. Zaman Belanda

R. Aria Wiraatmaja seorang Patih Purwokerto, mempelopori berdirinya bank untuk menolong pegawai agar tidak terlilit hutang. Usaha ini di dukung Residen Purwokerto E. Sieburg. Badan usaha yang dipilih untuk bank yang diberi nama Bank penolong dan tabungan (Help en Spaar Bank), ialah koperasi.

Tahun 1898, atas bantuan E. Sieburg dan De Wolf van Westerrode, jangkauan pelayanan bank diperluas ke sektor pertanian meniru pola koperasi pertanian yang dikembangkan di Jerman (Raiffeisen). Namun Belanda merintanginya dengan mendirikan Algemene Volkscredit Bank, Rumah Gadai, Bank Desa, dan Lumbung Desa.

Tahun 1908 Raden Soetomo melalui Budi Utomo mengembangkan koperasi rumah tangga tetapi kurang berhasil karena rendahnya dukungan masyarakat. Sekitar tahun 1913, Serikat Islam mempelopori berdirinya Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan, namun juga gagal karena tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya penyuluhan masyarakat, dan miskinnya pemimpin koperasi saat itu. Adapun hambatan formal dari Belanda adalah diterapkannya koperasi no 431 tahun 1951, dimana persyaratan asministrasi, yang menyangkut masalah perizinan, pembiayaan dan masalah-masalah teknis pendirian dan kegiatan usaha koperasi dibuat sangat besar.

Study Club 1928, sebagai kelompok intelektual Indonesia sangat menyadari peranan koperasi sebagai salah satu alat perjuangan bangsa. Tahun 1939, koperasi di Indonesia tumbuh pesar mencapai 1712 buah, dan terdaftar sebanyak 172 buah dengan 14.134 anggota.

b. Zaman Jepang

Pada masa ini usaha-usaha koperasi di Indonesia disesuaikan dengan asas-asas kemiliteran. Usaha koperasi Indonesia hanya dibatasi pada kepentingan perang Asia Timur Raya. Akibatnya perkumpulan koperasi yang berdiri berdasarkan peraturan Belanda harus mendapat persetujuan ulang dari Suchokan.

Pada zaman Jepang, dikembangkan koperasi dengan sebutan Kumiai untuk meningkatkan kesejahteraan, sehingga mendapat simpati masyarakat. Namun Jepang menyelewengkan asas-asas koperasi yang bertujuan untuk kepentingan perang dengan dipisahkannya urusan koperasi dengan urusan perekonomian dan fungsi koperasi hanya untuk mendistribusikan bahan kebutuhan pokok untuk kepentingan perang Jepang.

c. Periode 1945-1967

Koperasi berkembang pesat pada masa ini berkat kerja keras Jawatan Koperasi dan sejalan dengan UU 1945 pasal 33. Namun perkembangannya tidak berjalan lama setelah diterapkannya demokrasi liberal.

Seiring dengan situasi politik yang masih labil, seperti ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 15 Juli 1959. Keberadaan koperasi disesuaikan dengan perkembangan politik saat itu. UU Koperasi No 79 tahun 1958 disahkan berdasarkan ketentuan UUDS 1950 kemudian memberlakukan PP No. 60 tahun 1959 sebagai penggantinya namun tahun 1965 dicabut dan diberlakukan UU koperasi No 14 tahun 1965 sehingga memperburuk koperasi. Hambatan saat itu yakni untuk menjadi anggota koperasi tanpa menggabungkan diri menjadi anggota partai tertentu.

d. Periode 1967-1992

Pemerintah orde baru memberlakukan UU no 12 tahun 1967 sebagai pengganti UU no 14 tahun 1965. Disusul dengan rehabilitas koperasi yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan UU no 12 tahun 1967 terpaksa membubarkan diri. Dengan pemberlakuan peraturan tersebut, koperasi mulai bangkit kembali. salah satu yang menonjol adalah pembinaan dan pembangunan KUD (Inpres no 4 tahun 1984).

Anggota koperasi pada Pelita I awalnya berjumlah 2,5 juta dan pada Pelita V meningkat menjadi 19 juta, dengan volume usaha dari 88,5 miliar menjadi 1,9 triliyun. Dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, pemerintah mengambil langkah-langkah strategis dengan memacu perkembangan koperasi kualitatif dengan mengganti UU no 12 tahun 1967 dengan UU no 25 tahun 1992 tentang perkoperasian.

e. Periode 1992-2005

Dengan diberlakukannya UU no 25 tahun 1992, maka terjadi perubahan dalam pergerakan koperasi. Gerak koperasi menjadi lebih leluasa karena perkumpulan koperasi menjadi sama dengan bentuk badan usaha lain. Namun dalam kegiatan secara umum koperasi tetap kalah dari badan usaha lain karena masih terproteksi oleh pemerintah.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan Inpres no 8 tahun 1998 tentang pengembangan koperasi menggantikan Inpres no 4 tahun 1984. Dengan demikian pemerintah telah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk membentuk dan mengelola koperasi tanpa batasan wilayah kerja.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.